Debu Nusantara Kolektif ; Membangun Kesadaran Berbudaya Lewat Budaya Tutur

Malang – Hari ini kita dihadapkan pada era teknologi serba bisa dimana hal tersebut memudahkan aktifitas kita khususnya dalam aktifitas komunikasi. Namun, juga ada beberapa konsekuensi yang mesti hilang, salah satunya adalah tradisi lisan atau budaya tutur yang semakin hari semakin pudar eksistensinya. Cerita-cerita lokal macam Si Pitung, Kancil, Wiro Sableng, Wali Songo dan lain-lain sudah mulai jarang kita jumpai.  Berangkat dari permasalahan itulah sekelompok anak-anak muda di Kota Malang membentuk sebuah kolektif yang kini dikenal dengan sebutan Debu Nusantara Kolektif.

“Sementara kalau kita memang sadar dan mau mencari tahu, maka kita akan tahu bahwa semua keistimewaan itu sumbernya dari sini. Serat Centini, Ronggowarsito, Konsep Teater, Filsafat semuanya bisa kita dapat dari sini. Sastrawan Prancis, Inggris dan masih banyak yang lain, mereka semua itu (orang luar negeri) belajar dari sini. Nah sekarang, kita kok malah ngefans sama mereka, cinta mati pula. Lalu, siapa yang bela Ken Arok, Pramudya, tokoh-tokoh pejuang kita dulu kalau gak selain kita. Mungkin kita akan terlihat keren kalo  influence kita dari luar negeri. Haha” kelakar Doni Ukik (34) salah satu perintis Debu Nusantara Kolektif.

Debu Nusantara Kolektif adalah sebuah kelompok mandiri (kolektif) yang berupaya untuk mengembalikan kebanggaan lokalitas yang mulai pudar digerus zaman melalui budaya tutur. Terbentuk pada 8 Juli 2012 dari yang semula ajang diskusi dan ngobrol-ngobrol santai sampai sekarang menjadi kegiatan rutin untuk saling bertukar cerita-cerita rakyat (folklore) dengan penutur asli dari tiap-tiap daerah di nusantara.

“Kenapa kolektif? Karena kami merasa belum siap untuk menjadi sebuah organisasi dimana hal-hal personal tidak bisa kami tampung. Dengan kolektif kami bisa menampung hal-hal yang sifatnya personal, yakni budaya tutur itu tadi. Karena disitulah bentuk terkecil dalam semboyan besar kita Bhineka Tunggal Ika. Tapi, saya pribadi sendiri lebih suka kolektif saja, biar rasa kekeluargaan antar kami tetap terjaga dengan baik”, ujar Doni Ukik (34), salah satu perintis Kolektif  Debu Nusantara ini.

Harmoni Folklore -- Suasana harmonis yang tercipta dalam salah satu rangkaian kegiatan Debu Nusantara Kolektif dengan peserta lintas generasi untuk melestarikan budaya tutur di Hutan Malabar, Kota Malang pada (28/10/2012) (photo by dharul)

Harmoni Folklore — Suasana harmonis yang tercipta dalam salah satu rangkaian kegiatan Debu Nusantara Kolektif dengan peserta lintas generasi untuk melestarikan budaya tutur di Hutan Malabar, Kota Malang pada (28/10/2012) (photo by dharul)

522886_537444276269291_1482683755_n

Debu Nusantara Kolektif memiliki jadwal rutin untuk mengadakan kegiatan bertutur setiap minggunya. Sebelumnya mereka akan mencari penutur atau pencerita. Para penutur tidak hanya berasal dari domisili Malang dan Jawa saja, namun juga beberapa kali penutur asli dari Lombok, NTT, maupun Aceh juga ikut andil dalam kegiatan ini.

“Harapan ke depannya semoga kami bisa mendatangkan para penutur-penutur dari tiap daerah nusantara, berbagi informasi sejarah, budaya dan semuanya. Terutama menjalin persaudaraan erat meski adat dan tradisi kita beda.”, kata pria berambut gondrong ini ditemui di rumahnya.

Mereka juga selalu berkegiatan di tempat-tempat yang memang dekat dengan alam karena mereka berpendapat bahwa ruang-ruang kelas atau gedung hanya akan menjadi penghalang dimana komunikasi baik antara manusia, hewan dengan alam juga akan tetap terjaga.Kelompok ini juga menuai apresiasi yang sangat baik khususnya bagi kalangan mahasiswa dan pastinya orang-orang yang peduli akan tradisi bangsa dan negaranya sendiri. Latar belakang anggota kelompok ini berbeda-beda mulai dari para jurnalis, ibu rumah tangga, mahasiswa, dosen dan sebagainya.

“Bagiku penting karena aku akan jadi orangtua. Aku gak mau anakku ngalamin kaya yg aku alamin. Orang jawa ga paham jawa, org Indonesia ga paham Indonesia. Lewat Debu nusantara aku belajar kenal sama tanah tempat dimana aku lahir. Aku belajar tahu diri, belajar jadi manusia dan memperlakukan manusia seperti manusia.”, ungkap Nadia Agustina (24), wirausahawati yang juga salah satu partisipan aktif Debu Nusantara Kolektif. (arzmy)

3 thoughts on “Debu Nusantara Kolektif ; Membangun Kesadaran Berbudaya Lewat Budaya Tutur

Leave a comment